Aradea melongo dan ada rasa sesal mendalam di lubuk
hatinya.
"Dia tak mengerti kalau aku inginkan
tak
sebatas
sahabat. Tapi, bagaimana membuat dirinya bisa mengerti?
Sanggupkah aku berterus-terang?" tuturnya dalam hati.
Hening beberapa saat.
Sesekali ada burung terbang melintas.' Tapi itu lantaran
mau kembali ke sarang.
"Apakah aku pun musti seperti burung tersebut,
kembali mengurungkan maksud dan tak mengejar harapan
hampa?" kel'm hati Aradea.
"N
yimas ... "
"Ada apa, Aradea?"
Diam sejenak sebab Aradea
tak
melanjutkan cak:apnya.
"Kau
kayak
orang mabuk, Aradea," gumam gadis itu
disusul tawa renyah karena lucu melihat Aradea banyak:
melongo.
"Ya ... r::ungkin aku mabuk. Tapi aku masih punya rasa
penasaran un
~k
bertanya," kata Aradea.
"Asalkai.l bukan teka-teki
membingungk~
tentu aku
jawab, Aradea," jawab gadis itu senyum.
Kembali Aradea tepekur. Namun sesudah itu dia
pandang lagi \Vajah Nyimas Inten.
"Kau gadis muda-belia, Nyimas ... "
"Hik-hik-hik, siapa .bilang aku nenek-nenek?" kata
gadis itu cekikikan dan menutup mulutnya yang renyah
dengan punggung tangannya yang putih.
"K~u
gadis muda yang cantik jelita. Bahkan bulan pun
malu mengaku elok hila dia melihat wajahmu ... "
"Ah, sambal ... " kernbali gadis itu tertawa renyah.
"Kau kelinci muda ... "
42 '
A
HakAksesOnline:
l)
INDONESIA
~
HERITAGE.ORG