"Mawar berada eli langit karena saking jauhnya. Benda
yang dekat tak berarti dekat bila susah elijangkau. Maka
itulah rnawar eli langit. Jauh ... jauh sekali, Nyimas ... " kata
Aradea dengan senyum tipis namun sedikit berkeluh-kesah.
Mendengar
ini,
Nyimas Intensari malah ketawa renyah
hingga mulutnya menganga
dan
ada sederetan
gigi
yang
putih mengkilat bak mutiara.
"Ada jingga, merah dan kelabu. Tapi kau bertanya,
apakah perbedaan
ini
sebuah anugrah atau
petaka?"
tanya
gadis itu masih dengan senyumnya.
"Bunga berwarna-warni di taman akan nampak indah
terlihat. Itulah anugrah. Tapi di lain pihak
akan
ada
bemama perbedaan dan itu bisa menjadi petaka. Lihatlah si
miskin
dan
si kaya, keduanya tak bisa bersatu. Kalau si
miskin memaksa mendekati si kaya, maka itu petaka.
Ada
cacah
ada
menak.
Itu terlihat jelas ada garis pemisah. Kalau
si cacah mencoba masuk ke wilayah menak, maka itulah
juga petaka,"
kata
Aradea.
Nyimas Intensari tetap menyimak dengan senyum
•
marusnya.
"I~
hanya kita yang membeda-bedakan. Cobalah
manusia itu berpikir sebaliknya, maka sudah tak ada
•
perbedaan," kata gadis
itu
bicara seperti semudah
membalikkan telapak tangan.
"Kau kini menak dan
aku
tetap cacah. Kendati tinggal
di pendopo,
aku
sebenamya bukan apa-apa. Segalanya
hanya karena sikap baik Kangjeng Dalem saja ... "
tutur
Aradea sendu.
Wajah murung Aradea ditatap gadis itu dengan penuh
seksama namun tanpa meninggalkan senyumnya.
s
HakAkses
Online :
~
INDONESIA
~
HERJTAGE.ORG
39