kambing yang mudah terima rayuan gombal," kata Nyimas
Inten masih ketawa cekikikan. Saking merasa lucunya,
tangan gadis itu memukul-mukul dada Aradea.
Gadis itu bahkan tak sadar, betapa sejak tadi pemuda
itu berwajah
kecut dan semakin murung kendati senyum di kulum masih
menyertai.
"Kau ... kau malah mencintai Kangjeng Dalem,
Nyip1as?" tanya Aradea belakangan.
·Ditanya begini, gadis itu mendadak menghentikan
tawanya. Dia malah gantian menjadi murung.
"Tak berani aku ungkapkan perasaan seperti itu. Yah ...
itulah ruginya menjadi perempuan. Padahal perempuan itu
manusia juga yang punya hati dan perasaan. Tapi
sepertinya bagi perempuan merupakan sebuah tabu untuk
mengemukakan perasaannya yang terdalam ..." keluh
Nyimas Inten.
"Engkau mencintai Kangjeng Dalem, Nyimas?"
kembali Aradea bertanya.
"Perempuan tak pemah bilang cinta. Hanya perasaan
terdalam yang menolak atau menerima. Dan siapa pun
tak
ak
tab .
"
an u ttu ...
"Engkau mencintai Kangjeng Dalem, Nyimas?" untuk
kedua kalinya
Aradea bertanya seperti
tak
mendengarkan ucapan
Nyimas lnten. Namun Nyimas Inten seperti
tak
bosan
menerima pertanyaan yang sama bunyinya.
"Perempuan · itu butuh pelindung tangguh yang
mengerti akan keinginan lubuk hati paling dalam. Apak:ah
itu sebuah cinta? Yang jelas, Kangjeng Dalem memenuhi
kesanggupan itu. Sejak kecil
aku
dibimbing dan dilindungi.
s
HakAkses
Online:
~
INDONESIA
~
HERITAGE.ORG
• 45
I